Bilangan Yang Hanya Memiliki Dua Faktor Disebut

Bilangan Yang Hanya Memiliki Dua Faktor Disebut

Groups of two to twelve dots, showing that the composite numbers of dots (4, 6, 8, 9, 10, and 12) can be arranged into rectangles but prime numbers cannot

Bilangan konglomerasi dapat disusun menjadi persegi panjang, sedangkan bilangan prima bukan dapat.

Bilangan prima
ialah kadar salih lebih dari 1 yang tak hasilkali bermula dua kadar polos yang lebih kerdil. Bilangan asli nan lebih mulai sejak 1 dan lain bilangan prima disebut bilangan komposit. Misalnya, 5 adalah bilangan prima karena 5 dapat ditulis andai




1
×


5


{\displaystyle 1\times 5}




atau




5
×


1


{\displaystyle 5\times 1}



, sedangkan 4 bukanlah garis hidup prima karena hasilkalinya (




2
×


2


{\displaystyle 2\times 2}



), dimana kedua qada dan qadar lebih kecil dari 4. Takdir prima merupakan bagian siasat berbunga teori bilangan karena melibatkan teorema dasar aritmetika: setiap bilangan bersih bertambah ki akbar dari 1 adalah bilangan prima itu seorang atau dapat difaktorkan umpama hasil boleh jadi tunggal setakat urutannya.

Rasam-sifat yang menjadikan bilangan prima disebut
primalitas. Metode sederhana namun lambat yang memeriksa primalitas untuk predestinasi




lengkung langit


{\displaystyle n}



, disebut pembagian percobaan. Metode ini menguji apakah




kaki langit


{\displaystyle t}




kelipatan dari satu bilangan bundar antara




2


{\displaystyle 2}




dan






kaki langit




{\displaystyle {\sqrt {falak}}}



. Algoritma lebih cepatnya adalah uji primalitas Miller–Rabin, algoritma cepat belaka punya kesempatan galat kerdil; dan uji primalitas Agrawal–Kayal–Saxena, algoritma nan besar perut memberikan solusi yang benar dalam periode polinomial, namun dulu lambat bila dipraktekkan. Metode cepat khususnya tersedia privat bilangan bentuk khusus, sama dengan bilangan Mersenne. Sebatas pada Desember 2018, qada dan qadar prima terbesar yang diketahui merupakan ganjaran prima Mersenne dengan 24.862.048 digit.[1]

Sekitar 300 SM, Euklides menjelaskan bahwa ada tak berhingga banyaknya kodrat prima. Tidak ada rumus terbelakang nan memisahkan predestinasi prima dari predestinasi komposit. Akan tetapi, brosur bilangan prima dalam jumlah bilangan salih yang lampau banyak dapat digambar secara perangkaan. Hasil permulaan sebaran suratan prima tersebut berkiblat pada teorema ketentuan prima, nan dibuktikan pada akhir abad ke-19. Teorema ini mengatakan ganjaran terbesar yang dipilih secara acak menjadi takdir prima berbanding terbalik dengan total digitnya, adalah logaritma.

Beberapa masalah-masalah bersejarah nan melibatkan predestinasi prima masih belum tertanggulangi. Masalah di antaranya konjektur Goldbach, yang menyatakan bahwa setiap ganjaran bulat makin raksasa dari 2 dapat dibentuk misal jumlah dua bilangan prima, dan konjektur suratan prima kembar, menyatakan bahwa ada tak berhingga banyaknya inversi bilangan prima yang n kepunyaan sebuah suratan genap di antaranya. Ki kesulitan-masalah tersebut mendorong pengembangan berbagai cagak dalam teori bilangan, yang fokus pada aspek bilangan analitik atau bilangan aljabar. Dalam roh sehari-hari, bilangan prima dipakai dalam teknologi kabar, seperti kriptografi gerendel mahajana, yang bergantung pada kesulitan memfaktorkan ketentuan nan bertambah raksasa menjadi faktor bilangan prima. Dalam aljabar khayali, objek nan umumnya berwatak sebagai bilangan prima di antaranya elemen bilangan prima dan model bilangan prima.

Definisi dan contoh

[sunting
|
sunting sumber]

Bilangan asli (1, 2, 3, 4, 5, dst.) dapat dikatakan predestinasi prima jika kodrat jati lebih samudra dari 1 dan enggak dapat ditulis laksana hasil kelihatannya takdir tulen yang lebih kerdil. Bilangan kalis yang lebih dari 1, namun bukan merupakan bilangan prima disebut bilangan komposit.[2]
Dengan kata lain,




lengkung langit


{\displaystyle ufuk}




dikatakan garis hidup prima kalau terdapat




ufuk


{\displaystyle n}




benda tidak bisa dibagi menjadi kelompok dengan jumlah nan sama, yang terdiri dari suatu benda.[3]
Kodrat prima juga diilustrasikan sebagai pertautan




n


{\displaystyle falak}




titik menjadi persegi panjang yang pepat dan tingginya lebih bermula satu titik.[4]
Misalnya, bilangan di antara 1 sampai 6, bilangan primanya adalah 2, 3, dan 5;[5]
karena enggak ada bilangan tak yang membagi ketiga predestinasi tersebut minus adanya tahi. 1 bukan bilangan prima, karena merupakan pengecualian yang khusus intern definisi di atas. 4 = 2 × 2 dan 6 = 2 × 3 yakni takdir agregat.

Gambaran melangkahi batang Cuisenaire bahwa 7 ialah bilangan prima. Karena 2, 3, 4, 5, atau 6 nan tidak dapat menjatah 7 secara merata.

Pembagi bilangan putih




n


{\displaystyle ufuk}




merupakan bilangan sejati nan membagi




n


{\displaystyle falak}




sama rata. Pembagi pada setiap bilangan murni tersebut ialah 1 dan dirinya sendiri. Jika




t


{\displaystyle ufuk}




n kepunyaan pembagi lain, maka




n


{\displaystyle n}




bukanlah bilangan prima. Gagasan ini merujuk ke sebuah definisi bilangan prima yang berbeda tetapi sekelas: terdapat bilangan setidaknya dua pembagi kodrat positif, 1 dan dirinya koteng.[6]
Suka-suka cara lain bakal menjelaskan situasi tersebut, merupakan:




falak


{\displaystyle horizon}




adalah kodrat prima jika




kaki langit


{\displaystyle ufuk}




kian besar berusul 1 dan tidak terserah qada dan qadar




2
,
3
,



,
kaki langit



1


{\displaystyle 2,3,\dots ,n-1}




yang menjatah




n


{\displaystyle t}




sama rata.[7]

Berikut adalah 25 kadar prima pertama (semua kodrat prima nan makin kecil dari 100):[8]

2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47, 53, 59, 61, 67, 71, 73, 79, 83, 89, 97 (barisan
A000040
lega OEIS).

Lain suka-suka bilangan genap




falak


{\displaystyle t}




yang lebih lautan berasal 2 adalah kodrat prima karena bilangannya boleh dibentuk sebagai hasil kali




2
×




n
2




{\textstyle 2\times {\frac {n}{2}}}



. Karena itu, setiap bilangan prima selain dari 2 adalah garis hidup gangsal, dan bilangan tersebut disebut
suratan prima ganjil.[9]
Ketika ditulis dalam sistem desimal biasa dengan cara yang serupa, semua bilangan prima yang bertambah samudra dari 5 bererak dengan digit rincih 1, 3, 7, atau 9. Bilangan nan berparak dengan digit satuan yang berbeda adalah bilangan komposit: bilangan desimal nan digit satuannya ialah 0, 2, 4, 6, maupun 8 yakni ketentuan genap, dan suratan desimal yang berakhir dengan digit satuan 0 dan 5 habis dibagi 5.[10]

Kumpulan bilangan prima terkadang dilambangkan





P



{\displaystyle \mathbf {P} }




[11]
atau





P



{\displaystyle \mathbb {P} }



.[12]

Memori

[sunting
|
sunting mata air]

Papirus Matematika Rhind

Papirus Matematika Rhind bersumber sekitar hari 1550 SM, mempunyai perluasan pecahan Mesir dalam bentuk nan berbeda untuk garis hidup prima dan bilangan komposit.[13]
Namun, karangan album mula-mula kali nan mempelajari bilangan prima dengan eksplisit berbunga berpunca matematika Yunani kuno..
Elemen
dari Euklides (300 SM) membuktikan garis hidup prima lain-sebatas dan teorema dasar aritmetika, dan menunjukkan mandu menciptakan menjadikan suratan transendental dari prima Mersenne.[14]
Invensi Yunani lainnya yaitu penapis Eratosthenes masih digunakan bagi menyusun daftar ganjaran prima.[15]
[16]

Sekitar 1000 M, matematikawan Islam Ibn al-Haytham (Alhazen) menemukan teorema Wilson dengan mencirikan takdir prima sebagai takdir




falak


{\displaystyle n}




yang memberi rata




(
n



1
)
!
+
1


{\displaystyle (cakrawala-1)!+1}



. Ia pula menduga bahwa semua bilangan contoh genap berasal pecah konstruksi Euklides yang memperalat bilangan prima Mersenne, belaka lain boleh membuktikannya.[17]
Matematikawan Islam lainnya, Ibn al-Banna’ al-Marrakushi mencamkan bahwa pitas Eratosthenes boleh dipercepat dengan menguji sahaja pembagi sampai akar kuadrat pecah bilangan terbesar nan akan diuji. Fibonacci membawa inovasi dari matematika Selam lagi ke Eropa.
Liber Abaci
(1202) dalam bukunya nan purwa mendeskripsikan pembagian percobaan untuk menguji primalitas, sekali pula memperalat pembagi doang akar kuadrat hingga.[16]

Puas 1640, Pierre de Fermat menyatakan teorema kerdil Fermat tanpa bukti, yang kemudian dibuktikan maka dari itu Leibniz dan Euler.[18]
Fermat juga menginvestigasi primalitas berusul kadar Fermat





2


2

kaki langit




+
1


{\displaystyle 2^{2^{tepi langit}}+1}



,[19]
dan Marin Mersenne mempelajari prima Mersenne, predestinasi prima dari bentuk





2

p





1


{\displaystyle 2^{p}-1}




dengan




p


{\displaystyle p}




sendiri ialah bilangan prima.[20]
Dalam sahifah waktu 1742 bakal Euler, Christian Goldbach mengekspresikan konjektur Goldbach, bahwa setiap kodrat genap merupakan kuantitas dari dua bilangan prima.[21]
Euler membuktikan konjektur Alhazen (yang masa ini disebut teorema Euklides–Euler) bahwa semua ketentuan sempurna genap dapat dibangun dari takdir prima Mersenne.[14]
Ia memopulerkan metode dari analisis matematis ke simpang ini dalam bukti ketakterhinggaan bilangan prima dan kedivergenan jumlah timbal-mengsol bilangan prima







1
2



+



1
3



+



1
5



+



1
7



+



1
11



+





{\displaystyle {\tfrac {1}{2}}+{\tfrac {1}{3}}+{\tfrac {1}{5}}+{\tfrac {1}{7}}+{\tfrac {1}{11}}+\cdots }



.[22]
Lega awal abad ke-19, Legendre dan Gauss menduga bahwa ketika




x


{\displaystyle x}




menuju ke takhingga, jumlah suratan prima hingga




x


{\displaystyle x}




asimptotik ke







x

log



x






{\displaystyle {\tfrac {x}{\log x}}}



, dimana




log



x


{\displaystyle \log x}




menyimbolkan logaritma natural berpangkal




x


{\displaystyle x}



. Varian lunglai dugaan Bertrand yang mengatakan bahwa buat setiap



falak
>
1


{\displaystyle n>1}






falak


{\displaystyle ufuk}




dan




2
n


{\displaystyle 2n}



, dibuktikan makanya Pafnuty Chebyshev pada tahun 1852.[23]
Gagasan Bernhard Riemann dalam makalahnya periode 1859 mengenai fungsi zeta menayangkan sebuah garis samudra kerumahtanggaan membuktikan konjektur Legendre dan Gauss. Sungguhpun gagasannya nan berkaitan dengan hipotesis Riemann masih belum terpecahkan, namun garis besar Riemann diselesaikan maka dari itu Hadamard dan de la Vallée Poussin plong periode 1896, dan alhasil ketika ini dikenal seumpama teorema bilangan prima.[24]
Hasil terdepan lainnya pada abad ke-19 adalah teorema Dirichlet tentang bala aritmetika, pasukan aritmetika pasti memuat enggak berhingga banyaknya bilangan prima.[25]

Beberapa matematikawan telah melakukan uji primalitas cak bagi bilangan kian lautan bermula takdir penerapan uji pembagian. Metode nan membatasi kerangka takdir tunggal di antaranya uji Pépin untuk bilangan Fermat (1877),[26]
teorema Proth (sekitar 1878),[27]
uji primalitas Lucas–Lehmer (berasal dari 1856), dan uji primalitas Lucas rampat.[28]

Sejak tahun 1951, semua bilangan prima terbesar yang diketahui telah ditemukan memperalat uji ini pada komputer.[a]
Pencarian ganjaran prima besar sudah menggalakkan minat plong luar lingkaran ilmu hitung, melampaui Great Internet Mersenne Prime Search dan pesanan komputasi distribusi lainnya.[8]
[30]
Gagasan bahwa garis hidup prima memiliki beberapa penerapan diluar matematika ikhlas,[b]
sekitar musim 1970-an ketika kriptografi kunci publik dan RSA sistem kripto ditemukan dengan memperalat bilangan prima bagaikan basisnya.[33]

Meningkatnya kepentingan praktis dari pengujian dan faktorisasi primalitas terkomputerisasi menyebabkan ekspansi metode menjadi lebih baik yang mampu menangani beberapa besar bentuk ketakhinggaan.[15]
[34]
[35]
Teori matematika ganjaran prima sekali lagi terus berkembang dengan teorema Green-Tao (2004) bahwa barisan aritmetika jenjang yang cenderung dari bilangan prima, dan pembuktian pada tahun 2013 Yitang Zhang bahwa n kepunyaan banyak uji kisi prima ketakhinggaan.[36]

Primalitas dari 1

[sunting
|
sunting sumber]

Erat seluruh matematikawan Yunani kuno apalagi bukan menganggap 1 bagaikan bilangan,[37]
[38]
sehingga mereka tidak menganggap primalitas. Beberapa matematikawan pada kala ini juga menganggap bilangan prima adalah subpembagian predestinasi ganjil, sehingga mereka menganggap 2 bukanlah kodrat prima. Hanya, Euklides dan sebagian besar matematikawan Yunani lainnya menganggap 2 sebagai predestinasi prima. Sebagian samudra matematikawan Selam pada abad medio mengajuk pandangan matematikawan Yunani bahwa 1 bukanlah sebuah bilangan.[37]
Pada masa abad pertengahan dan tahun Reinsans, para matematikawan mulai memperlakukan 1 sebagai bilangan, dan ada pula dari mereka memperlakukan 1 sebagai bilangan prima pertama.[39]
Dalam suratnya untuk Leonhard Euler plong pertengahan abad ke-18, Christian Goldbach menganggap 1 sebagai bilangan prima;
namun Euler tidak.[40]
Pada abad ke-19, banyak para matematikawan masih menganggap 1 sebagai bilangan prima,[41]
dan yang memuat 1 sebagai daftar bilangan prima terus diterbitkan setakat tahun 1956.[42]
[43]

Kalau definisi bilangan prima mengatakan bahwa 1 adalah ketentuan prima, maka banyak pernyataan yang mengikutsertakan qada dan qadar prima akan ditulis ulang dalam cara yang aneh. Bagaikan acuan, teorema asal aritmetika akan perlu ditulis ulang n domestik bentuk faktorisasi menjadi bilangan prima kian besar berasal 1, karena setiap bilangan mempunyai banyak kelipatan dengan besaran manuskrip semenjak 1 yang berbeda.[41]
Mirip dengan transendental sebelumnya, saringan Eratosthenes tidak akan bekerja dengan benar jika saringan tersebut memperlakukan 1 bak sebuah predestinasi prima, karena sortiran Eratosthenes akan mengeliminasi semua kelipatan 1 (adalah semua bilangan lainnya) dan memberikan hasil doang satu bilangan saja, yakni 1.[43]
Ada bilang aturan bilangan prima bertambah teknis yang lagi tidak berperan untuk 1, seumpama acuan rumus fungsi phi Euler maupun keistimewaan jumlah pembagi berlainan bikin suratan prima dengan 1 yang didefinisikan ibarat takdir prima.[44]
Lega semula abad ke-20, para matematikawan mulai menyetujui bahwa 1 tidak ditulis bagaikan bilangan prima, melainkan dikategorikan istimewa sebagai “runcitruncit”.[41]

Adat-sifat dasar

[sunting
|
sunting sumber]

Faktorisasi partikular

[sunting
|
sunting sumber]

Suatu garis hidup dapat ditulis bagaikan hasil kelihatannya suratan prima disebut
faktorisasi takdir prima. Misalnya:









34886



=
2



3



3



13



149






=
2




3

2





13



149






{\displaystyle {\begin{aligned}34886&=2\cdot 3\cdot 3\cdot 13\cdot 149\\&=2\cdot 3^{2}\cdot 13\cdot 149\end{aligned}}}



Buram nan ditulis dalam hasil bisa jadi disebut
faktor bilangan prima. Faktor ketentuan prima yang sebanding seringkali muncul bertambah dari suatu. Contoh di atas memiliki dua salinan faktor bilangan prima




3


{\displaystyle 3}



. Ketika sebuah garis hidup prima sering muncul berkali-kali, eksponen dapat dipakai bikin mengumpulkan salinan faktor bilangan prima. Misalnya, dalam menulis hasil kali di atas, yakni sreg barisan kedua,





3

2




{\displaystyle 3^{2}}




dilambangkan sebagai tiga pangkat dua.

Pentingnya ketentuan prima dalam teori bilangan dan ilmu hitung umumnya berasal pecah
teorema dasar aritmetika.[45]
Teorema ini mengatakan bahwa setiap bilangan bulat yang bertambah osean berpokok 1 dapat ditulis sebagai hasil kali pecah satu garis hidup prima atau kian. Kian lanjut, hasil kalinya yakni tersendiri dalam artian bahwa dua faktorisasi garis hidup prima berusul bilangan nan sepadan akan n kepunyaan jumlah salinan yang setolok dari takdir prima nan sederajat kendati urutannya berbeda.[46]
Walaupun cak semau banyak pendirian mencari faktorisasi melewati algoritma faktorisasi bilangan melingkar, hasil yang diperoleh adalah sama. Jadi, bilangan prima dapat dianggap sebagai “satuan pangkal” qada dan qadar asli.[47]

Bukti-bukti mengenai kesatuan faktorisasi bilangan prima dijelaskan melalui lema Euklides: Jika




p


{\displaystyle p}




garis hidup prima dan




p


{\displaystyle p}




membagi hasil mana tahu




a
b


{\displaystyle ab}




(dimana




a


{\displaystyle a}




dan




b


{\displaystyle b}




bilangan buntak), maka




p


{\displaystyle p}




membagi




a


{\displaystyle a}




atau




p


{\displaystyle p}




membagi




b


{\displaystyle b}




(alias menjatah keduanya).[48]
Sebaliknya, jika




p


{\displaystyle p}




memiliki adat ketika dibagi hasil kalinya (




p


{\displaystyle p}




selalu memberi sekurang-kurangnya salah satu semenjak faktor hasil kali tersebut), maka




p


{\displaystyle p}




haruslah bilangan prima.[49]

Ketakterhinggaan

[sunting
|
sunting sumber]

Terserah lain berhingga banyaknya bilangan prima. Dengan kata bukan, armada garis hidup prima

2, 3, 5, 7, 11, 13, …

tidak pernah berjarak. Karena mula-mula mana tahu nan membuktikan pernyataan ini yakni Euklides, pernyataan tersebut disebut teorema Euklides bakal menghormati matematikawan Yunani Kuno Euklides. Masih ada bukti mengenai ketakterhinggaan takdir prima, diantaranya: bukti analitik makanya Euler, bukti Goldbach berdasarkan bilangan Fermat,[50]
bukti Furstenberg melangkahi topologi umum,[51]
dan bukti elegan Kummer.[52]

Bukti Euler[53]
menunjukkan bahwa setiap daftar ganjaran prima terkirakan belum sempurna. Kunci utamanya adalah mengalikan kodrat prima lega daftar tertentu dan ditambah




1


{\displaystyle 1}



. Jikalau terdiri semenjak bilangan prima





p

1


,

p

2


,



,

p

n




{\displaystyle p_{1},p_{2},\ldots ,p_{n}}



, maka





Tepi langit
=
1
+

p

1






p

2






p

ufuk




{\displaystyle N=1+p_{1}\cdot p_{2}\cdots p_{n}}



.

Menurut teorema asal aritmetika,




Tepi langit


{\displaystyle Ufuk}




n kepunyaan faktorisasi qada dan qadar prima yang faktornya berjumlah satu maupun lebih.





Falak
=

p

1







p

2







p

m





{\displaystyle N=p’_{1}\cdot p’_{2}\cdots p’_{m}}







N


{\displaystyle N}




dibagi habis secara merata oleh setiap faktor-faktor tersebut, tetapi




Tepi langit


{\displaystyle N}




mempunyai pungkur ialah satu momen dibagi oleh suatu bilangan prima sreg daftar tertentu sehingga tidak cak semau faktor bilangan prima




Horizon


{\displaystyle N}




nan terletak pada daftar tersebut. Karena tidak cak semau daftar kadar prima terhingga, maka pasti ada tak berhingga banyaknya kodrat prima.

Bilangan yang dibentuk dengan menambahkan 1 pada hasil kali bermula bilangan prima terkecil disebut bilangan Euklides.[54]
Lima bilangan pertama yaitu kodrat prima, saja yang keenam,





1
+


(


2



3



5



7



11



13


)


=
30031
=
59



509


{\displaystyle 1+{\big (}2\cdot 3\cdot 5\cdot 7\cdot 11\cdot 13{\big )}=30031=59\cdot 509}



,

adalah ganjaran komposit.

Rumus untuk bilangan prima

[sunting
|
sunting sendang]

Tidak ada rumus cepat yang diketahui untuk bilangan prima. Abstrak, tidak ada polinomial takkonstan, bahkan internal beberapa variabel, yang
hanya
memakai ponten bilangan prima.[55]
Namun, suka-suka banyak bentuk rumus nan mengodekan semua bilangan prima, atau hanya bilangan prima. Ada rumus nan boleh didasari lega teorema Wilson, dan rumus tersebut menghasilkan 2 berkali-kali dan sisa bilangan prima dihasilkan sekali.[56]
Adapula antologi persamaan Diophantus dalam sembilan variabel dan satu parameter dengan sifat berikut: indeks adalah bilangan prima takdirnya dan hanya jikalau sistem kemiripan yang dihasilkan yakni solusi bilangan asli. Situasi tersebut dapat dipakai bagi memperoleh rumus tersendiri dengan sifat bahwa semua ponten
kasatmata
adalah kodrat prima.[57]

Contoh rumus yang menghasilkan ganjaran prima lainnya mulai sejak berpunca teorema Mills dan teorema Wright. Rumus ini mengatakan bahwa terletak suatu konstanta real



A
>
1


{\displaystyle A>1}






μ




{\displaystyle \mu }




sehingga








A


3

n








{\displaystyle \left\lfloor A^{3^{horizon}}\right\rfloor }




dan







2







2


2

μ














{\displaystyle \left\lfloor 2^{\cdots ^{2^{2^{\mu }}}}\right\rfloor }



adalah bilangan prima bakal suatu predestinasi asli




cakrawala


{\displaystyle lengkung langit}




dalam rumus nan pertama, dan satu bilangan eksponen dalam rumus yang kedua.[58]

















{\displaystyle \lfloor \,\cdot \,\rfloor }




merepresentasikan kekuatan predestinasi bulat terbesar. Akan sahaja, rumus-rumus tersebut tidak dapat digunakan untuk menghasilkan bilangan prima, karena garis hidup prima harus dihasilkan terlebih dahulu agar memperoleh kredit




A


{\displaystyle A}




atau




μ




{\displaystyle \mu }



.

Cak bertanya longo

[sunting
|
sunting sumber]

Banyak konjektur yang menyertakan ganjaran prima telah diajukan. Seringkali n kepunyaan perumusan dasar, banyak konjektur-konjektur tersebut memiliki bukti nan bertahan selama beberapa sepuluh tahun: empat masalah Landau yang berasal dari tahun 1912 masih belum terlewati.[59]
Keseleo satu ki aib Landau adalah konjektur Goldbach, yang menyatakan bahwa setiap bilangan buntar genap




n


{\displaystyle falak}




bertambah raksasa dari 2 dapat ditulis seumpama jumlah dari dua bilangan prima.[60]
Hingga pada 2014, konjektur ini telah dibenarkan untuk semua bilangan hingga




kaki langit
=
4




10

18




{\displaystyle n=4\cdot 10^{18}}



.[61]
Pernyataan yang lebih lemah dari konjektur tersebut sudah lalu dibuktikan sama dengan: teorema Vinogradov yang mengatakan bahwa setiap kadar bulat ganjil yang cukup besar dapat ditulis perumpamaan besaran pecah tiga bilangan prima,[62]
teorema Chen yang mengatakan bahwa setiap bilangan genap nan cukup besar dapat dinyatakan bagaikan kuantitas dari ganjaran prima dan semiprima (hasil siapa berpokok dua bilangan prima),[63]
serta suatu bilangan bundar genap yang lebih besar bersumber 10 bisa ditulis seumpama jumlah mulai sejak enam garis hidup prima.[64]
Silang teori takdir yang mempelajari masalah tersebut disebut teori predestinasi aditif.[65]

Sifat-aturan analitik

[sunting
|
sunting sendang]

Teori bilangan analitik adalah studi cabang teori bilangan nan berfokus mengenai arti kontinu, limit, ririt takhingga, dan kaitan matematika tentang takhingga dan infinitesimal.

Cabang ini dimulai dengan Leonhard Euler yang menemukan solusi dari masalah yang dulu penting, yaitu masalah Basel. Masalah ini meminta berapakah nilai berusul baris takhingga




1
+



1
4



+



1
9



+



1
16



+



,


{\displaystyle 1+{\tfrac {1}{4}}+{\tfrac {1}{9}}+{\tfrac {1}{16}}+\dots ,}




dan ponten banjar detik ini dapat dianggap bak kredit




ζ


(
2
)


{\displaystyle \zeta (2)}




(dimana




ζ




{\displaystyle \zeta }




yakni fungsi zeta Riemann). Fungsi ini terlampau terkait erat dengan ganjaran prima dan maslahat ini merupakan pelecok suatu problem yang belum terpecahkan yang lalu berjasa dalam ilmu hitung, hipotesis Riemann. Euler menunjuk-nunjukkan bahwa




ζ


(
2
)
=



π



2


6




{\textstyle \zeta (2)={\frac {\pi ^{2}}{6}}}



.[66]
Kebalikannya,







6

π



2







{\displaystyle {\tfrac {6}{\pi ^{2}}}}



, merupakan peluang batas yang menyatakan bahwa dua garis hidup acak dipilih secara seragam dari kisaran nisbi prima yang besar (relatif prima berarti enggak punya paritas faktor).[67]

Selebaran bilangan prima masih dicari, seperti cak bertanya nan menanyakan berapa banyak suratan prima yang lebih mungil terbit sebuah had yang lebih osean dijelaskan melalui teorema bilangan prima, tetapi rumus efisien bilangan prima ke-




n


{\displaystyle n}




belum diketahui. Teorema Dirichlet akan halnya barisan aritmetika, dalam bentuk dasar, mengatakan bahwa polinomial linear





p
(
horizon
)
=
a
+
b
n


{\displaystyle p(n)=a+bn}



dengan




a


{\displaystyle a}




dan




b


{\displaystyle b}




saling relatif prima mengambil tak berhingga banyaknya poin suratan prima. Bentuk teorema yang lebih langgeng mengatakan bahwa jumlah timbal pesong berusul poin ganjaran prima tersebut ialah divergen, dan bahwa polinomial linear nan berbeda dengan




b


{\displaystyle b}




yang setimbang kira-kira sebagaimana perbandingan bilangan prima yang setimbang. Walaupun konjektur tersebut dirumuskan adapun perbandingan predestinasi prima internal polinomial berderajat tinggi, konjektur tersebut masih belum terpecahkan, dan belum diketahui adakah polinomial kuadratik bahwa (untuk nilai-nilai bilangan buntak) ialah sering tak berhingga bilangan prima.

Bukti analitik teorema Euklides

[sunting
|
sunting sumber]

Bukti Euler yang mengatakan ada tak berhingga banyaknya kodrat prima meninjau jumlah dari imbang-balik predestinasi prima,







1
2


+


1
3


+


1
5


+


1
7


+



+


1
p




{\displaystyle {\frac {1}{2}}+{\frac {1}{3}}+{\frac {1}{5}}+{\frac {1}{7}}+\cdots +{\frac {1}{p}}}



.

Euler ogok bahwa bikin suatu




x


{\displaystyle x}




bilangan real sembarang, terdapat kodrat prima




p


{\displaystyle p}




yang jumlahnya lebih besar dari




x


{\displaystyle x}



.[68]
Bukti tersebut menunjuk-nunjukkan bahwa suka-suka tak berhingga banyaknya kodrat prima. Karena jika terdapat berhingga banyaknya bilangan prima, maka jumlahnya akan mencapai skor maksimum di bilangan prima terbesar daripada naik melewati setiap





x


{\displaystyle x}




. Laju pertumbuhan dari jumlah ini digambarkan menerobos teorema kedua Mertens.[69]
Bandingkan kuantitas







1

1

2




+


1

2

2




+


1

3

2




+



+


1

n

2






{\displaystyle {\frac {1}{1^{2}}}+{\frac {1}{2^{2}}}+{\frac {1}{3^{2}}}+\cdots +{\frac {1}{n^{2}}}}



,

yang tidak menaiki menuju takhingga saat




n


{\displaystyle n}




menuju takhingga (lihat ki kesulitan Basel). Ini berarti, bilangan prima cak acap kali muncul daripada kodrat asli yang dikuadratkan kendatipun kedua himpunan adalah takhingga.[70]
Teorema Brun menyatakan bahwa jumlah timbal-balik kadar prima kembar,






(



1
3


+


1
5



)

+

(



1
5


+


1
7



)

+

(



1
11


+


1
13



)

+





{\displaystyle \left({{\frac {1}{3}}+{\frac {1}{5}}}\right)+\left({{\frac {1}{5}}+{\frac {1}{7}}}\right)+\left({{\frac {1}{11}}+{\frac {1}{13}}}\right)+\cdots }



,

adalah tertaksir. Karena teorema Brun, bukti di atas tidak dapat menggunakan metode Euler buat menuntaskan predestinasi prima kembar, yang ada tak berhingga banyaknya qada dan qadar prima.[70]

Jumlah bilangan prima di bawah batas tertentu

[sunting
|
sunting sumber]

Galat relatif berasal







tepi langit

log



n






{\displaystyle {\tfrac {n}{\batang kayu n}}}




dan terintegrasi logaritmik




Li



(
kaki langit
)


{\displaystyle \operatorname {Li} (n)}




ialah aproksimasi fungsi penghitungan bilangan prima. Detik




horizon


{\displaystyle n}




membesar, kedua galat relatif tersebut menurun ke hampa, doang untuk koheren logaritmik, konvergensi ke nihil semakin cepat.

Manfaat penghitungan kodrat prima




π


(
ufuk
)


{\displaystyle \pi (ufuk)}




didefinisikan perumpamaan jumlah ketentuan prima nan makin kecil dari




tepi langit


{\displaystyle n}



.[71]
Contohnya,




π


(
11
)
=
5


{\displaystyle \pi (11)=5}



, karena ada lima bilangan prima nan lebih mungil atau sebabat dengan 11 (adalah 2, 3, 5, 7, 11). Metode sebagai halnya algoritma Meissel–Lehmer dapat menghitung kredit eksak




π


(
n
)


{\displaystyle \pi (n)}




lebih cepat ketimbang menulis setiap garis hidup prima sampai dengan




n


{\displaystyle n}



. Teorema bilangan prima menyatakan bahwa




π


(
horizon
)


{\displaystyle \pi (n)}




asimtotik dengan







n

batang kayu



ufuk






{\displaystyle {\tfrac {n}{\log n}}}



. Teorema ini ditulis misal





π


(
n
)





n

log



n





{\displaystyle \pi (cakrawala)\sim {\frac {horizon}{\gelondong n}}}



.

Ini berarti bahwa rasio




π


(
n
)


{\displaystyle \pi (n)}




terhadap belahan di ruas kanan mendekati 1 ketika




horizon


{\displaystyle n}




menuju takhingga.[72]
Teorema ini menyiratkan bahwa kemungkinan garis hidup yang lebih kecil berbunga




n


{\displaystyle n}




yang dipilih secara sewenangwenang yaitu takdir prima, taksir-duga berbanding terbalik dengan kuantitas digit




n


{\displaystyle n}



.[73]
Teorema ini juga menyiratkan bahwa bilangan prima ke-




cakrawala


{\displaystyle n}




sebanding dengan




n
batang kayu



horizon


{\displaystyle n\log n}



,[74]
dan demikian bahwa dimensi rata-rata dari celah bilangan prima sebanding dengan




gelondong



t


{\displaystyle \log n}



.[75]
Pendekatan lebih akuratnya merupakan




π


(
kaki langit
)


{\displaystyle \pi (n)}




seimbang dengan terstruktur logaritmik Euler[72]





π


(
horizon
)



Li



(
falak
)
=





2


n






d

ufuk


log



t





{\displaystyle \pi (lengkung langit)\sim \operatorname {Li} (n)=\int _{2}^{lengkung langit}{\frac {\mathrm {d} lengkung langit}{\log t}}}



.

Barisan aritmetika

[sunting
|
sunting perigi]

Laskar aritmetika yaitu barisan bilangan yang hingga ataupun takhingga sehingga qada dan qadar berurutan dalam laskar tersebut n kepunyaan beda atau selisih yang setolok.[76]
Selisih bala aritmetika disebut modulus barisan.[77]
Misalnya,





3
,
12
,
21
,
30
,
39
,
.
.
.


{\displaystyle 3,12,21,30,39,…}



,

adalah barisan aritmetika takhingga dengan modulus 9. Dalam laskar aritmetika, semua bilangan memiliki endap-endap yang sekelas ketika dibagi oleh modulus. Kamil di atas, sisanya adalah 3. Karena modulus adalah 9 dan sisanya merupakan kelipatan 3, dan begitu pun bagi setiap anggota plong barisan tersebut. Karena itu, barisan tersebut n kepunyaan satu kadar prima, yaitu 3. Pada umumnya, barisan takhingga





a
,
a
+
q
,
a
+
2
q
,
a
+
3
q
,





{\displaystyle a,a+q,a+2q,a+3q,\dots }



dapat punya garis hidup prima yang makin dari satu ketika sisa




a


{\displaystyle a}




dan modulus




q


{\displaystyle q}




relatif prima. Jika




a


{\displaystyle a}




dan




q


{\displaystyle q}




relatif prima, teorema Dirichlet mengenai pasukan aritmetika mengatakan bahwa barisan memuat lain terhingga banyaknya kadar prima.[78]

Prime numbers in arithmetic progression mod 9.

Bilangan prima dalam tentara aritmetika yaitu modulo 9. Setiap baris dari pita horizontal nan tipis memperlihatkan salah satu dari sembilan barisan nan modulo 9 yang mungkin, dengan bilangan prima ditandai berwarna merah. Tentara kadar yaitu 0, 3, atau 6 mod 9 memuat setidaknya satu bilangan prima (adalah 3); sisa barisan bilangan yaitu 2, 4, 5, 7, dan 8 mod 9 mempunyai enggak berhingga banyaknya bilangan prima, dengan bilangan prima nan serupa puas masing-masing barisan

Teorema Green–Tao memperlihatkan bahwa ada legiun aritmetika hingga panjang sewenangwenang yang tetapi terdiri terbit bilangan prima.[79]
[80]

N domestik aljabar abstrak

[sunting
|
sunting perigi]

Aritmetika modular dan medan berhingga

[sunting
|
sunting perigi]

Aritmetika modular memodifikasi aritmetika biasa, hanya saja dengan menunggangi bilangan




{
0
,
1
,
2
,



,
lengkung langit



1
}


{\displaystyle \{0,1,2,\dots ,n-1\}}




lakukan ketentuan asli




n


{\displaystyle n}




yang disebut modulus. Suratan nirmala lainnya dapat dipetakan ke dalam sistem ini dengan menggantinya dengan pungkur setelah pengalokasian dengan




n


{\displaystyle kaki langit}



.[81]
Penjumlahan, pengurangan, dan pergandaan modular dihitung dengan melakukan penggantian yang seperti mana sempuras hasil penghitungan, pengurangan, atau multiplikasi bilangan bulat.[82]
Paritas bilangan bulat sesuai dengan
kongruensi
dalam aritmetika modular:




x


{\displaystyle x}




dan




y


{\displaystyle y}




merupakan kongruen (ditulis




x



y


{\displaystyle x\equiv y}




mod




n


{\displaystyle cakrawala}



) ketika mereka memiliki endap-endap nan sebanding setelah dibagi dengan




ufuk


{\displaystyle n}



.[83]
Namun, n domestik sistem bilangan ini, pembagian dengan semua bilangan enggak hampa dimungkinkan jika dan hanya jika modulusnya adalah prima. Misalnya, dengan ganjaran prima




7


{\displaystyle 7}




sebagai modulus, pembagian dengan




3


{\displaystyle 3}




adalah dimungkinkan:




2

/

3



3

mod

7




{\displaystyle 2/3\equiv 3{\bmod {7}}}




karena kebolehjadian menghapus penyebut dengan mengalikan kedua ruas dengan




3


{\displaystyle 3}




diberikan rumus yang teruji




2



9

mod

7




{\displaystyle 2\equiv 9{\bmod {7}}}



. Tetapi, dengan modulus komposit




6


{\displaystyle 6}



, pencatuan dengan




3


{\displaystyle 3}




adalah keadaan tidak-tidak. Tidak ada solusi yang valid kerjakan




2

/

3



x

mod

6




{\displaystyle 2/3\equiv x{\bmod {6}}}



: menghapus penyebut dengan mengalikan dengan




3


{\displaystyle 3}




menyebabkan ruas kiri menjadi




2


{\displaystyle 2}




sedangkan ruas kanan menjadi




0


{\displaystyle 0}




maupun




3


{\displaystyle 3}



. N domestik terminologi aljabar maya, kemampuan untuk melakukan pembagian bermakna bahwa modulo aritmatika modular qada dan qadar prima membentuk medan alias medan berhingga, sedangkan modulus lainnya semata-mata mengasihkan gelanggang belaka bukan sebuah medan.[84]

Sejumlah teorema tentang bilangan prima dirumuskan menggunakan aritmetika modular. Misalnya, teorema kecil Fermat menyatakan bahwa jika




a

0


{\displaystyle a\not \equiv 0}




(mod




p


{\displaystyle p}



), maka





a

p



1





1


{\displaystyle a^{p-1}\equiv 1}




(mod




p


{\displaystyle p}



).[85]
Menjumlahkan mulai sejak semua pilihan




a


{\displaystyle a}




diberikan pertepatan










a
=
1


p



1



a

p



1





(
p



1
)



1






1


(
mod

p
)

,


{\displaystyle \sum _{a=1}^{p-1}a^{p-1}\equiv (p-1)\cdot 1\equiv -1{\pmod {p}},}



valid jika




p


{\displaystyle p}




ialah kadar prima. Konjektur Giuga menyebutkan bahwa persamaan ini kembali merupakan syarat yang memadai lakukan




p


{\displaystyle p}




menjadi prima.[86]
Teorema Wilson menyebutkan bahwa sebuah bilangan buntak



p
>
1


{\displaystyle p>1}






(
p



1
)
!


{\displaystyle (p-1)!}




kongruen dengan







1


{\displaystyle -1}




mod




p


{\displaystyle p}



. Untuk
ketentuan





lengkung langit
=
r



s



{\displaystyle \;n=r\cdot s\;}





ini tidak dolan, karena salah satu faktornya memberi
n
dan




(
t



1
)
!


{\displaystyle (n-1)!}



, dan jadi




(
n



1
)
!






1


(
mod

n
)



{\displaystyle (n-1)!\equiv -1{\pmod {tepi langit}}}




ialah hal mustahil.[87]

Bilangan
p-adik


[sunting
|
sunting mata air]

Urutan




p


{\displaystyle p}



-adik





ν



p


(
horizon
)


{\displaystyle \nu _{p}(lengkung langit)}




dari sebuah garis hidup buntak




n


{\displaystyle t}




yaitu jumlah salinan dari




p


{\displaystyle p}




dalam faktorisasi prima mulai sejak




horizon


{\displaystyle ufuk}



. Konsep yang sama diperluas bermula garis hidup bundar ke qada dan qadar logis dengan mendefinisikan usap




p


{\displaystyle p}



-adik dari pecahan




m

/

falak


{\displaystyle m/lengkung langit}




menjadi





ν



p


(
m
)




ν



p


(
n
)


{\displaystyle \nu _{p}(m)-\nu _{p}(n)}



. Nilai totaliter




p


{\displaystyle p}



-adik





|

q


|


p




{\displaystyle |q|_{p}}




dari rambang bilangan rasional




q


{\displaystyle q}




kemudian didefinisikan seumpama





|

q


|


p


=

p





ν



p


(
q
)




{\displaystyle |q|_{p}=p^{-\nu _{p}(q)}}



. Mengalikan kodrat buntar dengan skor absolut




p


{\displaystyle p}



-adik-nya akan membatalkan faktor




p


{\displaystyle p}




kerumahtanggaan faktorisasinya, dan doang menyisakan bilangan prima lainnya. Sama seperti jarak antara dua bilangan real yang dapat diukur dengan angka absolut jaraknya, jarak antara dua ganjaran mantiki dapat diukur dengan jarak




p


{\displaystyle p}



-adik-nya, nilai adikara




p


{\displaystyle p}



-adik bermula selisihnya. Bagi definisi jarak ini, dua predestinasi dikatakan berdekatan (memiliki jarak nan kerdil) ketika selisihnya habis dibagi dengan tingkatan




p


{\displaystyle p}




yang tangga. Dengan cara nan separas bahwa bilangan sungguhan dapat dibentuk bermula ketentuan konsekuen dan jaraknya, dengan menambahkan nilai pembatas ekstra lakukan membentuk tempat lengkap, bilangan rasional dengan jarak




p


{\displaystyle p}



-adik diperluas ke wadah lengkap yang berbeda.[88]
[89]

Bujuk terbit sebuah gambar, nilai kahar, dan medan komplet nan diturunkan semenjak bilangan




p


{\displaystyle p}



-adik digeneralisasikan ke bekas ketentuan aljabar dan penilaian-penilaian tersebut (pemetaan tertentu berpunca Gelanggang grup perbanyakan ke grup aditif terurut total disebut juga sebagai urutan), ponten absolut (pemetaan perkalian tertentu berpunca medan ke bilangan real disebut juga laksana norma),[88]
dan tempat (perpanjangan ke palagan teladan dimana wadah yang diberikan ialah himpunan berhimpit disebut juga perumpamaan pelengkapan).[90]
Perluasan berasal bilangan rasional ke bilangan cak benar, misalnya adalah tempat dimana jarak antara predestinasi adalah nilai kahar absah dari perbedaannya. Pemetaan yang sesuai ke grup aditif akan menjadi logaritma dari nilai absolut, lamun ini tidak menyempurnakan semua persyaratan penilaian. Menurut teorema Ostrowski, gagasan sepadan alami berhingga, bilangan cak benar dan bilangan




p


{\displaystyle p}



-adik dengan urutan dan skor absolutnya merupakan satu-satunya penilaian, nilai kahar, dan panggung puas bilangan rasional.[88]
Prinsip domestik-universal memungkinkan penyakit tertentu atas bilangan masuk akal kerjakan diselesaikan dengan menyatukan solusi dari masing-masing wadah, sekali pula menegaskan pentingnya kodrat prima lakukan teori bilangan.[91]

Anggota kodrat prima intern gelanggang

[sunting
|
sunting sumber]

Gelanggang komutatif yakni struktur aljabar dimana penambahan, ki pemotongan dan perkalian didefinisikan. Bilangan bulatnya adalah sebuah gelanggang, dan bilangan prima dalam bilangan bulat sudah lalu dirampat menjadi palagan melintasi dua cara begitu juga
anggota bilangan prima
dan
anggota taktereduksi. Sebuah anggota




p


{\displaystyle p}




dari sebuah arena




R


{\displaystyle R}




dikatakan bilangan prima jika




p


{\displaystyle p}




adalah bilangan taknol, lain memiliki invers perbanyakan (yang berguna, gelanggang bukanlah sebuah unit), dan memenuhi syarat berikut: kalau




p


{\displaystyle p}




membagi hasil barangkali




x
y


{\displaystyle xy}




dari dua anggota




R


{\displaystyle R}



, maka




p


{\displaystyle p}




kembali membagi setidaknya




x


{\displaystyle x}




alias




y


{\displaystyle y}



. Sebuah anggota ialah taktereduksi jika sebuah anggota bukan ialah sebuah unit maupun hasil siapa berbunga dua anggota takunit lainnya. Dalam gelanggang ganjaran bundar, anggota bilangan prima dan anggota taktereduksi membentuk kumpulan yang sejajar,





{



,



11
,



7
,



5
,



3
,



2
,
2
,
3
,
5
,
7
,
11
,



}

.


{\displaystyle \{\dots ,-11,-7,-5,-3,-2,2,3,5,7,11,\dots \}\,.}



Dalam sebuah gelanggang sembarang, semua anggota kodrat prima ialah taktereduksi. Kebalikannya tak bermain pada biasanya, namun berlaku bakal domain faktorisasi tunggal.[92]

Teorema dasar aritmetika taat main-main (menurut definisi) dalam domain faktorisasi tunggal. Konseptual mengenai domain faktorisasi tunggal yakni bilangan buntar Gauss





Z

[
i
]


{\displaystyle \mathbb {Z} [i]}



, gelanggang dari bilangan kompleks berbentuk




a
+
b
i


{\displaystyle a+bi}




dimana




i


{\displaystyle i}




menyatakan runcitruncit imajiner,




a


{\displaystyle a}




dan




b


{\displaystyle b}




merupakan takdir bulat manasuka. Anggota ganjaran primanya dikenal sebagai bilangan prima Gauss. Tidak semua takdir yang merupakan takdir prima di antara bilangan melingkar tunak yakni ganjaran prima dalam bilangan buntak Gauss. Umpama contoh, bilangan 2 boleh ditulis sebagai hasil kali mulai sejak dua bilangan prima Gauss, adalah




1
+
i


{\displaystyle 1+i}




dan




1



i


{\displaystyle 1-i}



. Bilangan prima rasional (anggota bilangan prima privat kadar bulat) kongruen dengan 3 mod 4 adalah bilangan prima Gauss, namun bilangan prima rasional kongruen dengan 1 mod 4 bukan takdir prima Gauss.[93]
Pola tersebut yakni akibat dari teorema Fermat adapun jumlah dari dua kadar kuadrat, yang mengatakan bahwa sebuah bilangan prima gasal




p


{\displaystyle p}




dapat dinyatakan sebagai besaran dari dua bilangan kuadrat,




p
=

x

2


+

y

2




{\displaystyle p=x^{2}+y^{2}}



, dan demikian dapat difaktorkan sebagai




p
=
(
x
+
i
y
)
(
x



i
y
)


{\displaystyle p=(x+iy)(x-iy)}



, tepat ketika




p


{\displaystyle p}




kongruen dengan 1 mod 4.[94]

Abstrak prima

[sunting
|
sunting sumber]

Tidak semua gelanggang yaitu ranah faktorisasi tersendiri. Misalnya, intern takdir gelanggang




a
+
b





5




{\displaystyle a+b{\sqrt {-5}}}




(untuk bilangan melingkar




a


{\displaystyle a}




dan




b


{\displaystyle b}



) kredit




21


{\displaystyle 21}




memiliki dua faktorisasi




21
=
3



7
=
(
1
+
2





5


)
(
1



2





5


)


{\displaystyle 21=3\cdot 7=(1+2{\sqrt {-5}})(1-2{\sqrt {-5}})}



, tidak satu pun dari keempat faktor tersebut boleh direduksi seterusnya, sehingga tidak mempunyai faktorisasi unik. Buat memperluas faktorisasi tersendiri puas kelas gelanggang terbesar, gagasan akan halnya garis hidup bisa diganti dengan teoretis, sebuah himpunan adegan dari atom gelanggang yang memuat semua jumlah pasangan elemennya, dan semua hasil kali elemennya dengan atom gelanggang.
Ideal prima
yang dimana abstraksi elemen prima dalam keistimewaan bahwa ideal utama yang dihasilkan maka dari itu elemen prima adalah cermin prima yakni alat dan bulan-bulanan studi terdahulu n domestik aljabar komutatif, teori bilangan aljabar dan geometri aljabar. Hipotetis prima berbunga gelanggang bilangan bulat ialah ideal (0), (2), (3), (5), (7), (11), … Teorema dasar aritmetika digeneralisasikan ke teorema Lasker–Noether disebutkan setiap abstrak intern wadah komutatif Noetherian sebagai perpotongan ideal prima nan merupakan generalisasi nan tepat berpunca prima kuasa.[95]

Lingkup tempat adalah pangsa geometris yang titik-titiknya yakni lengkap prima pecah gelanggang tersebut.[96]
Geometri aritmetika lagi mendapat habuan khasiat dari gagasan ini, dan banyak konsep nan ada, baik privat geometri alias teori kodrat. Misalnya, faktorisasi atau percabangan berbunga sempurna prima ketika diangkat laksana medan ekstensi, masalah dasar teori bilangan aljabar punya beberapa pertepatan dengan percabangan kerumahtanggaan geometri. Konsep-konsep ini sampai-sampai dapat membantu dalam pertanyaan teori bilangan yang hanya berkaitan dengan bilangan bulat. Misalnya, ideal prima privat arena bilangan bulat dari medan kodrat kuadrat dapat digunakan bagi penggunaan ketimbalbalikan kuadrat, pernyataan yang menyangsang keberadaan akar kuadrat modulo bilangan prima kodrat bulat.[97]
Upaya awal untuk membuktikan Teorema Terakhir Fermat menyebabkan kata Kummer dari prima regular, kodrat prima ganjaran melingkar terhubung dengan kegagalan faktorisasi istimewa sreg bilangan bulat siklotomi.[98]
Pertanyaan tentang berapa banyak ganjaran prima kadar bulat faktor menjadi darab dari beberapa ideal prima dalam medan bilangan aljabar ditangani maka dari itu teorema kerapatan Chebotarev, yang (bila diterapkan pada bilangan bulat siklotomi) mana memiliki teorema Dirichlet puas bilangan prima dalam leret aritmatika seumpama kasus spesial.[99]

Teori grup

[sunting
|
sunting sumber]

Dalam teori grup hingga, teorema Sylow menyiratkan bahwa jika perpangkatan kodrat prima





p

cakrawala




{\displaystyle p^{n}}




membagi tingkat grup, maka grup memiliki subgrup tingkat





p

t




{\displaystyle p^{n}}



. Menurut teorema Lagrange, suatu grup tingkat bilangan prima yakni grup siklik dan menurut teorema Burnside, satu grup yang tingkatnya dibagi oleh dua takdir prima merupakan grup tertangani.[100]

Karangan

[sunting
|
sunting sumber]


  1. ^

    Sebuah predestinasi prima 44-digit nan ditemukan plong tahun 1951 oleh Aimé Ferrier dengan mesin hitung mekanik tetap adalah suratan prima terbesar nan tidak ditemukan dengan bantuan komputer elektronik.[29]

  2. ^

    Misalnya, Beiler menulis bahwa ahli teori suratan Ernst Kummer mengesir ketentuan ideal miliknya, nan terkait dempet dengan kodrat prima, “karena mereka lain mengotori diri mereka dengan permintaan praktis apa lagi”,[31]
    lebih lagi Katz menulis bahwa Edmund Landau yang dikenal karena karyanya tentang distribusi takdir prima yaitu “loathed practical applications of mathematics” dan lakukan alasan tersebut bikin menghindari subjek seperti mana geometri nan telah terbukti bermakna.[32]

Bacaan

[sunting
|
sunting sumur]


  1. ^


    “51st Known Mersenne Prime Discovered”.
    www.mersenne.org
    . Diakses tanggal
    21 Desember
    2018
    .





  2. ^


    Cahyo, Dhea Arokhman Yusufi (2020-05-10).
    Heuristic – For Mathematical Olympiad Approach. Math Heuristic. hlm. 18.





  3. ^


    Henderson, Anne (2014-06-20).
    Dyslexia, Dyscalculia and Mathematics: A practical guide
    (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 62. ISBN 978-1-136-63662-2.





  4. ^


    Adler, Irving (1960).
    The giant golden book of mathematics; exploring the world of numbers and space. Internet Archive. New York, Golden Press.





  5. ^


    Lawrence S. Leff (2000).
    Barron’s math workbook for the SAT I. Internet Archive. Barron’s. ISBN 978-0-7641-0768-9.





  6. ^

    Dudley, Underwood (1978). “Section 2: Unique factorization”.
    Elementary number theory
    (2nd ed.). W.H. Freeman and Co. hlm. 10. ISBN 978-0-7167-0076-0.

  7. ^

    Sierpiński, Wacław (1988).
    Elementary Theory of Numbers. North-Holland Mathematical Library.
    31
    (2nd ed.). Elsevier. hlm. 113. ISBN 978-0-08-096019-7.
  8. ^


    a




    b




    Ziegler, Günter M. (2004). “The great prime number record races”.
    Notices of the American Mathematical Society.
    51
    (4): 414–416. MR 2039814.





  9. ^


    Stillwell, John (1997-10-30).
    Numbers and Geometry
    (privat bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 9. ISBN 978-0-387-98289-2.





  10. ^

    Sierpiński, Wacław (1964).
    A Selection of Problems in the Theory of Numbers. New York: Macmillan. hlm. 40. MR 0170843.

  11. ^


    Nathanson, Melvyn B. (2008-01-11).
    Elementary Methods in Number Theory
    (internal bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. ISBN 978-0-387-22738-2.





  12. ^


    Faticoni, Theodore G. (2012-04-23).
    The Mathematics of Infinity: A Guide to Great Ideas
    (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. hlm. 44. ISBN 978-1-118-24382-4.





  13. ^

    Bruins, Evert Marie, review in
    Mathematical Reviews
    of
    Gillings, R.J. (1974). “The recto of the Rhind Mathematical Papyrus. How did the ancient Egyptian scribe prepare it?”.
    Archive for History of Exact Sciences.
    12
    (4): 291–298. doi:10.1007/BF01307175. MR 0497458.




  14. ^


    a




    b




    Stillwell, John (2010).
    Mathematics and Its History. Undergraduate Texts in Mathematics (edisi ke-3rd). Springer. hlm. 40. ISBN 978-1-4419-6052-8.




  15. ^


    a




    b




    Pomerance, Carl (December 1982). “The Search for Prime Numbers”.
    Scientific American.
    247
    (6): 136–147. Bibcode:1982SciAm.247f.136P. doi:10.1038/scientificamerican1282-136. JSTOR 24966751.




  16. ^


    a




    b




    Mollin, Richard A. (2002). “A brief history of factoring and primality testing B. C. (before computers)”.
    Mathematics Magazine.
    75
    (1): 18–29. doi:10.2307/3219180. JSTOR 3219180. MR 2107288.





  17. ^

    John J. O’Connor and Edmund F. Robertson.
    Abu Ali al-Hasan ibn al-Haytham
    di MacTutor archive.

  18. ^

    Sandifer 2007, 8. Fermat’s Little Theorem (November 2003), hal. 45

  19. ^


    Sandifer, C. Edward (2014).
    How Euler Did Even More. Mathematical Association of America. hlm. 42. ISBN 978-0-88385-584-3.





  20. ^


    Koshy, Thomas (2002).
    Elementary Number Theory with Applications. Academic Press. hlm. 369. ISBN 978-0-12-421171-1.





  21. ^


    Yuan, Wang (2002).
    Goldbach Conjecture. Series In Pure Mathematics.
    4
    (edisi ke-2nd). World Scientific. hlm. 21. ISBN 978-981-4487-52-8.





  22. ^


    Narkiewicz, Wladyslaw (2000). “1.2 Sum of Reciprocals of Primes”.
    The Development of Prime Number Theory: From Euclid to Hardy and Littlewood. Springer Monographs in Mathematics. Springer. hlm. 11. ISBN 978-3-540-66289-1.





  23. ^


    Tchebychev, P. (1852). “Mémoire sur les nombres premiers”
    (PDF).
    Journal de mathématiques pures et appliquées. Série 1 (dalam bahasa Prancis): 366–390.



    . (Proof of the postulate: 371–382). Also see Mémoires de l’Académie Impériale des Sciences de St. Pétersbourg, vol. 7, pp. 15–33, 1854

  24. ^


    Apostol, Tom M. (2000). “A centennial history of the prime number theorem”. Dalam Bambah, R.P.; Dumir, V.C.; Hans-Gill, R.J.
    Number Theory. Trends in Mathematics. Basel: Birkhäuser. hlm. 1–14. MR 1764793.





  25. ^


    Apostol, Tom M. (1976). “7. Dirichlet’s Theorem on Primes in Arithmetical Progressions”.
    Introduction to Analytic Number Theory. New York; Heidelberg: Springer-Verlag. hlm. 146–156. MR 0434929.





  26. ^


    Chabert, Jean-Luc (2012).
    A History of Algorithms: From the Pebble to the Microchip. Springer. hlm. 261. ISBN 978-3-642-18192-4.





  27. ^


    Rosen, Kenneth H. (2000). “Theorem 9.20. Proth’s Primality Test”.
    Elementary Number Theory and Its Applications
    (edisi ke-4th). Addison-Wesley. hlm. 342. ISBN 978-0-201-87073-2.





  28. ^


    Mollin, Richard A. (2002). “A brief history of factoring and primality testing B. C. (before computers)”.
    Mathematics Magazine.
    75
    (1): 18–29. doi:10.2307/3219180. JSTOR 3219180. MR 2107288.





  29. ^


    Cooper, S. Barry; Hodges, Andrew (2016).
    The Once and Future Turing. Cambridge University Press. hlm. 37–38. ISBN 978-1-107-01083-3.





  30. ^

    Rosen 2000, hal. 245.

  31. ^


    Beiler, Albert H. (1999) [1966].
    Recreations in the Theory of Numbers: The Queen of Mathematics Entertains. Dover. hlm. 2. ISBN 978-0-486-21096-4. OCLC 444171535.





  32. ^


    Katz, Shaul (2004). “Berlin roots – Zionist incarnation: the ethos of pure mathematics and the beginnings of the Einstein Institute of Mathematics at the Hebrew University of Jerusalem”.
    Science in Context.
    17
    (1–2): 199–234. doi:10.1017/S0269889704000092. MR 2089305.





  33. ^


    Kraft, James S.; Washington, Lawrence C. (2014).
    Elementary Number Theory. Textbooks in mathematics. CRC Press. hlm. 7. ISBN 978-1-4987-0269-0.





  34. ^


    Bauer, Craig P. (2013).
    Secret History: The Story of Cryptology. Discrete Mathematics and Its Applications. CRC Press. hlm. 468. ISBN 978-1-4665-6186-1.





  35. ^


    Klee, Victor; Deresi, Ruang pajang (1991).
    Old and New Unsolved Problems in Plane Geometry and Number Theory. Dolciani mathematical expositions.
    11. Cambridge University Press. hlm. 224. ISBN 978-0-88385-315-3.





  36. ^

    Neale 2017, pp. 18, 47.
  37. ^


    a




    b




    Caldwell, Chris K.; Reddick, Angela; Xiong, Yeng; Keller, Wilfrid (2012). “The history of the primality of one: a selection of sources”.
    Journal of Integer Sequences.
    15
    (9): Article 12.9.8. MR 3005523.




    For a selection of quotes from and about the ancient Greek positions on this issue, see in particular pp. 3–4. For the Islamic mathematicians, see p. 6.

  38. ^


    Tarán, Leonardo (1981).
    Speusippus of Athens: A Critical Study With a Collection of the Related Texts and Commentary. Philosophia Antiqua : A Series of Monographs on Ancient Philosophy.
    39. Brill. hlm. 35–38. ISBN 978-90-04-06505-5.





  39. ^

    Caldwell
    et al. 2012, pp. 7–13. See in particular the entries for Stevin, Brancker, Wallis, and Prestet.

  40. ^

    Caldwell
    et al. 2012, p. 15.
  41. ^


    a




    b




    c




    Caldwell, Chris K.; Xiong, Yeng (2012). “What is the smallest prime?”
    (PDF).
    Journal of Integer Sequences.
    15
    (9): Article 12.9.7. MR 3005530.





  42. ^


    Riesel, Hans (1994).
    Prime Numbers and Computer Methods for Factorization
    (edisi ke-2nd). Basel, Switzerland: Birkhäuser. hlm. 36. doi:10.1007/978-1-4612-0251-6. ISBN 978-0-8176-3743-9. MR 1292250.




  43. ^


    a




    b




    Conway, John Horton; Guy, Richard K. (1996).

    The Book of Numbers

    Perlu mendaftar (gratis)

    . New York: Copernicus. hlm. 129–130. doi:10.1007/978-1-4612-4072-3. ISBN 978-0-387-97993-9. MR 1411676.





  44. ^

    For the totient, see Sierpiński 1988, p. 245. For the sum of divisors, see
    Sandifer, C. Edward (2007).
    How Euler Did It. MAA Spectrum. Mathematical Association of America. hlm. 59. ISBN 978-0-88385-563-8.





  45. ^


    Smith, Karl J. (2011).
    The Nature of Mathematics
    (edisi ke-12th). Cengage Learning. hlm. 188. ISBN 978-0-538-73758-6.





  46. ^

    Dudley 1978, Section 2, Theorem 2, p. 16;
    Neale, Vicky (2017).
    Closing the Gap: The Quest to Understand Prime Numbers. Oxford University Press. p. 107. ISBN 978-0-19-109243-5.





  47. ^


    du Sautoy, Marcus (2003).

    The Music of the Primes: Searching to Solve the Greatest Mystery in Mathematics

    Perlu mendaftar (gratis)

    . Harper Collins. hlm. 23. ISBN 978-0-06-093558-0.





  48. ^

    Dudley 1978, Section 2, Lemma 5, p. 15;
    Higgins, Peter M. (1998).
    Mathematics for the Curious. Oxford University Press. hlm. 77–78. ISBN 978-0-19-150050-3.





  49. ^


    Rotman, Joseph J. (2000).
    A First Course in Abstract Algebra
    (edisi ke-2nd). Prentice Hall. Problem 1.40, p. 56. ISBN 978-0-13-011584-3.





  50. ^

    Letter in Latin from Goldbach to Euler, July 1730.

  51. ^


    Furstenberg, Harry (1955). “On the infinitude of primes”.
    American Mathematical Monthly.
    62
    (5): 353. doi:10.2307/2307043. JSTOR 2307043. MR 0068566.





  52. ^


    Ribenboim, Paulo (2004).
    The little book of bigger primes. Berlin; New York: Springer-Verlag. hlm. 4. ISBN 978-0-387-20169-6.





  53. ^

    Euclid’s
    Elements, Book IX, Proposition 20. See David Joyce’s English translation of Euclid’s proof or
    Williamson, James (1782).
    The Elements of Euclid, With Dissertations. Oxford: Clarendon Press. hlm. 63. OCLC 642232959.





  54. ^


    Vardi, Ilan (1991).
    Computational Recreations in Mathematica. Addison-Wesley. hlm. 82–89. ISBN 978-0-201-52989-0.





  55. ^

    Matiyasevich, Yuri V. (1999). “Formulas for prime numbers”. In Tabachnikov, Serge (ed.).
    Kvant Selecta: Algebra and Analysis. Vol. II. American Mathematical Society. hlm. 13–24. ISBN 978-0-8218-1915-9.

  56. ^


    Mackinnon, Nick (June 1987). “Prime number formulae”.
    The Mathematical Gazette.
    71
    (456): 113–114. doi:10.2307/3616496. JSTOR 3616496.





  57. ^


    Matiyasevich, Yuri V. (1999). “Formulas for prime numbers”. Intern Tabachnikov, Serge.
    Kvant Selecta: Algebra and Analysis.
    II. American Mathematical Society. hlm. 13–24. ISBN 978-0-8218-1915-9.





  58. ^

    Wright, E.M. (1951). “A prime-representing function”.
    American Mathematical Monthly.
    58
    (9): 616–618. doi:10.2307/2306356. JSTOR 2306356

  59. ^

    Guy 2013, hlm. vii.

  60. ^

    Guy 2013, C1 Goldbach’s conjecture, hlm. 105–107.

  61. ^


    Oliveira e Silva, Tomás; Herzog, Siegfried; Pardi, Silvio (2014). “Empirical verification of the even Goldbach conjecture and computation of prime gaps up to




    4




    10

    18




    {\displaystyle 4\cdot 10^{18}}



    “.
    Mathematics of Computation.
    83
    (288): 2033–2060. doi:10.1090/S0025-5718-2013-02787-1alt=Dapat diakses gratis
    . MR 3194140.




  62. ^

    Tao 2009, 3.1 Structure and randomness in the prime numbers, pp. 239–247. See especially p. 239.

  63. ^

    Guy 2013, p. 159.

  64. ^


    Ramaré, Olivier (1995). “On Šnirel’man’s constant”.
    Annali della Scuola Normale Superiore di Pisa.
    22
    (4): 645–706. MR 1375315.





  65. ^


    Rassias, Michael Th. (2017).
    Goldbach’s Penyakit: Selected Topics. Cham: Springer. hlm. vii. doi:10.1007/978-3-319-57914-6. ISBN 978-3-319-57912-2. MR 3674356.





  66. ^

    Sandifer 2007, Chapter 35, Estimating the Basel problem, pp. 205–208.

  67. ^


    Ogilvy, C.S.; Anderson, J.Kaki langit. (1988).
    Excursions in Number Theory. Dover Publications Inc. hlm. 29–35. ISBN 978-0-486-25778-5.





  68. ^

    Apostol 1976, Section 1.6, Theorem 1.13

  69. ^

    Apostol 1976, Section 4.8, Theorem 4.12
  70. ^


    a




    b




    Miller, Steven J.; Takloo-Bighash, Ramin (2006).
    An Invitation to Berbudaya Number Theory. Princeton University Press. hlm. 43–44. ISBN 978-0-691-12060-7.





  71. ^

    Crandall & Pomerance 2005, hlm. 6.
  72. ^


    a




    b



    Crandall & Pomerance 2005, p. 10.

  73. ^


    du Sautoy, Marcus (2011). “What are the odds that your telephone number is prime?”.
    The Number Mysteries: A Mathematical Odyssey through Everyday Life. St. Martin’s Press. hlm. 50–52. ISBN 978-0-230-12028-0.





  74. ^

    Apostol 1976, Section 4.6, Theorem 4.7

  75. ^

    Riesel 1994, “Large gaps between consecutive primes”, pp. 78–79.

  76. ^


    Gelfand, I.M.; Shen, Alexander (2003).
    Algebra. Springer. hlm. 37. ISBN 978-0-8176-3677-7.





  77. ^


    Mollin, Richard A. (1997).
    Fundamental Number Theory with Applications. Discrete Mathematics and Its Applications. CRC Press. hlm. 76. ISBN 978-0-8493-3987-5.





  78. ^

    Crandall & Pomerance 2005, Theorem 1.1.5, p. 12.

  79. ^

    Neale 2017, hlm. 18, 47.

  80. ^


    Green, Ben; Tao, Terence (2008). “The primes contain arbitrarily long arithmetic progressions”.
    Annals of Mathematics.
    167
    (2): 481–547. arXiv:math.NT/0404188alt=Dapat diakses gratis
    . doi:10.4007/annals.2008.167.481.





  81. ^

    (Kraft & Washington 2014), Ajuan 5.3, keadaan. 96.

  82. ^


    Shahriari, Shahriar (2017).
    Algebra in Action: A Course in Groups, Rings, and Fields. Pure and Applied Undergraduate Texts.
    27. American Mathematical Society. hlm. 20–21. ISBN 978-1-4704-2849-5.





  83. ^

    Dudley 1978, Teorema 3, keadaan. 28.

  84. ^

    Shahriari 2017, hal. 27–28.

  85. ^

    Ribenboim 2004, Teorema kecil Fermat dan akar tunjang primitif modulo a prima, hal. 17–21.

  86. ^

    Ribenboim 2004, The property of Giuga, hal. 21–22.

  87. ^

    Ribenboim 2004, The theorem of Wilson, hal. 21.
  88. ^


    a




    b




    c




    Childress, Nancy (2009).
    Class Field Theory. Universitext. Springer, New York. hlm. 8–11. doi:10.1007/978-0-387-72490-4. ISBN 978-0-387-72489-8. MR 2462595.




    Tatap pula hal. 64.

  89. ^


    Erickson, Marty; Vazzana, Anthony; Garth, David (2016).
    Introduction to Number Theory. Textbooks in Mathematics (edisi ke-2nd). Boca Raton, FL: CRC Press. hlm. 200. ISBN 978-1-4987-1749-6. MR 3468748.





  90. ^


    Weil, André (1995).

    Basic Number Theory

    Akses gratis dibatasi (uji coba), biasanya perlu berlangganan

    . Classics in Mathematics. Berlin: Springer-Verlag. hlm. 43. ISBN 978-3-540-58655-5. MR 1344916.




    Doang perhatikan bahwa beberapa penulis seperti (Childress 2009) malah menggunakan “kancah” untuk mengartikan kelas norma yang setara.

  91. ^


    Koch, H. (1997).
    Algebraic Number Theory. Berlin: Springer-Verlag. hlm. 136. CiteSeerX10.1.1.309.8812alt=Dapat diakses gratis
    . doi:10.1007/978-3-642-58095-6. ISBN 978-3-540-63003-6. MR 1474965.





  92. ^


    Lauritzen, Niels (2003).
    Concrete Abstract Algebra: From numbers to Gröbner bases. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 127. doi:10.1017/CBO9780511804229. ISBN 978-0-521-53410-9. MR 2014325.





  93. ^

    Lauritzen 2003, Corollary 3.5.14, p. 133; Lemma 3.5.18, p. 136.

  94. ^

    Kraft & Washington 2014, Section 12.1, Sums of two squares, pp. 297–301.

  95. ^


    Eisenbud, David (1995).
    Commutative Algebra. Graduate Texts in Mathematics.
    150. Berlin; New York: Springer-Verlag. Section 3.3. doi:10.1007/978-1-4612-5350-1. ISBN 978-0-387-94268-1. MR 1322960.





  96. ^


    Shafarevich, Igor R. (2013). “Definition of




    Spec



    A


    {\displaystyle \operatorname {Spec} A}



    “.
    Basic Algebraic Geometry 2: Schemes and Complex Manifolds
    (edisi ke-3rd). Springer, Heidelberg. hlm. 5. doi:10.1007/978-3-642-38010-5. ISBN 978-3-642-38009-9. MR 3100288.




  97. ^


    Neukirch, Jürgen (1999).
    Algebraic Number Theory. Grundlehren der Mathematischen Wissenschaften [Fundamental Principles of Mathematical Sciences].
    322. Berlin: Springer-Verlag. Section I.8, situasi. 50. doi:10.1007/978-3-662-03983-0. ISBN 978-3-540-65399-8. MR 1697859.





  98. ^

    Neukirch 1999, Bagian I.7, hal. 38

  99. ^


    Stevenhagen, P.; Lenstra, H.W., Jr. (1996). “Chebotarëv and his density theorem”.
    The Mathematical Intelligencer.
    18
    (2): 26–37. CiteSeerX10.1.1.116.9409alt=Dapat diakses gratis
    . doi:10.1007/BF03027290. MR 1395088.





  100. ^

    Hall, Marshan (2018),
    The Theory of Groups. Dover Books on Mathematics. Courier Dover Publications. ISBN 978-0-486-81690-6. Bagi teorema Sylow. lihat hlm. 43. Untuk teorema Lagrange, tatap hlm. 12. Bikin teorema Burnside, lihat hlm. 143.

Pranala asing

[sunting
|
sunting sumber]

  • Hazewinkel, Michiel, ed. (2001) [1994], “Prime number”,
    Encyclopedia of Mathematics, Springer Science+Business Kendaraan B.V. / Kluwer Academic Publishers, ISBN 978-1-55608-010-4



  • Caldwell, Chris, The Prime Pages di primes.utm.edu.
  • Prime Numbers di In Our Time di BBC.
  • Apendiks paket guru dan murid: bilangan prima bermula Terlalu, majalah matematika online percuma yang diproduksi maka itu Millennium Mathematics Project di University of Cambridge.

Generator dan kalkulator

[sunting
|
sunting sumber]

  • Mesin hitung faktor prima boleh memfaktorkan bilangan buntar riil barang apa juga sampai 20 digit.
  • Pengecekan primalitas Online Cepat dengan faktorisasi menggunakan Metode Kurva Elliptik (setakat ponten seribu digit, memerlukan Java).
  • Basis data bilangan prima terbesar
  • Bilangan Prima hingga 1 triliun

Templat:Teori bilangan Templat:Kelas bawah pembagian Templat:Kelas bilangan prima Templat:Kelas bawah bilangan asli



Bilangan Yang Hanya Memiliki Dua Faktor Disebut

Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan_prima

Baca juga :  Berikut Ini Yang Bukan Merupakan Gaya Dalam Lompat Jauh Adalah

You May Also Like